Wednesday, January 4, 2012

Hadits I : Pahala Pekerjaan di tentukan Niatnya

 assalamualaikum warahmatullahi wabarokatuh.

عَنْ أَمِيْرِ الْمُؤْمِنِيْنَ أَبِيْ حَفْصٍ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ  Iيَقُوْلُ:

إِنَّمَا اْلأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَ إِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى. فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَ رَسُوْلِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَ رَسُوْلِهِ، وَ مَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيْبُهَا أَوْ امْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ  
. رواه إماما المحدثين أبو عبد الله محمد بن إسماعيل بن إبراهيم بن المغيرة بن بردزبة البخاري و ابو الحسين مسلم بن الحجاج بن مسلم القشيري النيسابوري في صحيحيهما اللذين هما أصح الكتب المصنفة


Dari Amirul Mu'minin, Abi Hafs Umar bin Al Khottob radiallahuanhu, dia berkata: Saya mendengar Rasulullah bersabda: Sesungguhnya setiap perbuatan (1) tergantung niatnya (2) dan sesungguhnya setiap orang (akan dibalas) berdasarkan apa yang dia niatkan. Siapa hijrahnya (3) karena (ingin mendapatkan keridhaan) Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada (keridhaan) Allah dan Rasul-Nya. Dan siapa yang hijrahnya karena dunia yang dikehendakinya atau karena wanita yang ingin dinikahinya maka hijrahnya (akan bernilai sebagaimana) yang dia niatkan.

(Riwayat dua imam hadits, Abu Abdullah Muhammad bin Isma'il bin Ibrahim bin Al Mughirah bin Bardizbah Al Bukhori dan Abu Al Husain, Muslim bin Al Hajjaj bin Muslim Al Qusyairi An Naisyaburi dan kedua kita shahihnya yang merupakan kitab yang paling shahih yang pernah dikarang).

Catatan:
  1. Hadits ini merupakan salah satu dari hadits-hadits yang menjadi inti ajaran islam. Imam Ahmad dan Imam Syafi'i berkata: Dalam hadits tentangniat ini mencakup sepertiga ilmu. Sebabnya adalah bahwa perbuatan hamba terdiri dari perbuatan hati, lisan dan anggota badan, sedangkan niat merupakan salah satu dari ketiganya. Diriwayatkan dari Imam Syafi'i bahwa dia berkata: Hadits ini mencakup tujuh puluh bab dalam fiqh. Sejumlah ulama bahkan ada yang berkata: Hadits ini merupakan sepertiga islam.
  2. Hadits ini ada sebabnya, yaitu: Ada seseorang yang hijrah dari Mekkah ke Madinah dengan tujuan untuk dapat menikahi seorang wanita yang konon bernama "Ummu Qais" bukan untuk mendapatkan keutamaan hijrah. Maka orang itu kemudian dikenal dengan sebutan "Mujahir Ummi Qais" (orang yang hijrah karena Ummu Qais).
Pelajaran yang terdapat dalam Hadits:
  1. Niat merupakan syarat layak/diterima atau tidaknya amal perbuatan, dan amal ibadah tidak akan mendatangkan pahala kecuali berdasarkan niat (karena Allah ta'ala).
  2. Waktu pelaksanaan niat dilakukan pada awal ibadah dan tempatnya di hati.
  3. Ikhlas dan membebaskan niat semata-mata karena Allah ta'ala dituntut pada semua amal shaleh dan ibadah.
  4. Seorang mu'min akan diberi ganjaran pahala berdasarkan kadar niatnya.
  5. Semua perbuatan yang bermanfaat dan mudah (boleh) jika diiringi niat karena mencari keridhaan Allah maka dia akan bernilai ibadah.
  6. Yang membedakan antara ibadah dan adat (kebiasaan/rutinitas) adalah niat.
  7. Hadits diatas menunjukan bahwa niat merupakan bagian dari iman karena dia merupakan pekerjaan hati, dan iman menurut pemahaman ahli sunnah wal jamaah adalah membenarkandalam hati, di ucapkan dengan lisan dan dilakukan dengan perbuatan.
Tema-tema hadits yang terkait dengan Al-Quran :
1. Niat dan keikhlasan : 7:29 , 98:5
2. Hijrah : 4:97 , 2:218 , 3:195 , 8:72
3. Fitnah dunia : 3:145 , 4:134 , 6:70 , 3:67

Sumber : Hadits Arba'in

    Sunday, January 1, 2012

    Sejarah Penyusunan Hadits


    Pada masa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam masih hidup, hadits belum ditulis dan masih berupa hapalan yang ada dibenak para sahabat. Para sahabat belum merasa ada urgensi untuk melakukan penulisan, mengingat Nabi masih mudah dihubungi untuk dimintai keterangan-keterangan tentang segala sesuatu.
    Diantara sahabat, tidak semuanya bergaul dengan nabi. Ada yang sering menyertai atau ada yang hanya beberapa kali saja bertemu Nabi. Oleh sebab itu, hadits yang dimiliki setiap sahabat itu tidak selalu sama banyaknya ataupun macamnya. Demikian pula ketelitiannya. Namun demikian, diantara para sahabat itu sering bertukar berita (hadist) sehingga perilaku Nabi Muhammad banyak yang diteladani, ditaati, dan diamalkan sahabat bahkan umat Islam pada umumnya pada waktu Nabi Muhammad masih hidup.
    Dengan demikian, pelaksanaan hadist dikalangan umat Islam pada saat itu selalu berada dalam kendali dan pengawasan Nabi Muhammad baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karenanya, para sahabat tidak mudah berbuat kesalahan yang berlarut-larut. Hadist yang telah diamalkan/ditaati oleh umat Islam dimasa Nabi Muhammad masih hidup, oleh ahli hadist disebut sebagai Sunnah Muttaba’ah Ma’rufah. Itulah setinggi-tinggi kekuatan kebenaran hadist.
    Meski pada masa itu, hadist berada pada ingatan para sahabat, namun ada sahabat yang menuliskannya untuk kepentingan catatan pribadinya (bukan untuk kepentingan umum). Diantaranya ialah :
    ‘Abdullah bin ‘Umar bin ‘Ash (dalam himpunan As Shadiqah)
    ‘Ali bin Abi Thalib (dalam shahifahnya mengenai hukum-hukum diyat yaitu soal denda atau ganti rugi).
    Masa Penggalian
    Setelah Nabi Muhammad wafat (tahun 11 H / 632 M), pada awalnya belum menimbulkan masalah mengenai hadits, karena sahabat sebagian besar masih hidup dan seakan-akan menggantikan peran nabi sebagai tempat bertanya saat timbul masalah yang memerlukan pemecahan, baik mengenai hadist ataupun Al Quran.
    Sejak Kekhalifahan Umar bin Khaththab (tahun 13 – 23 H atau 634 – 644 M), wilayah dakwah Islamiyah dan Daulah Islamiyah mulai meluas hingga ke Jazirah Arab, maka mulailah timbul masalah-masalah baru khususnya pada daerah-daerah baru sehingga makin banyak jumlah dan jenis masalah yang memerlukan pemecahannya. Meski para sahabat tempat tinggalnya mulai tersebar dan jumlahnya mulai berkurang, namun kebutuhan untuk memecahkan berbagai masalah baru tersebut terus mendorong para sahabat untuk saling bertemu dan bertukar hadist.
    Kemudian para sahabat kecil (berusia muda) mulai mengambil alih tugas penggalian hadits dari para sumbernya, yaitu para sahabat besar (senior). Kehadiran seorang sahabat besar selalu menjadi pusat perhatian para sahabat kecil terutama para tabi’in. Meski memerlukan perjalanan jauh, para tabi’in ini berusaha menemui seorang sahabat yang memiliki hadist. Maka, para tabi’in mulai banyak memiliki hadist yang diterima atau digalinya dari sumbernya yaitu para sahabat. Meski demikian, pada masa itu hadist belumlah ditulis apalagi dibukukan.
    Masa Penghimpunan
    Musibah besar menimpa umat Islam pada masa awal Kekhalifahan Ali bin Abi Thalib. Musibah itu berupa permusuhan diantara sebagian umat Islam yang memakan banyak korban jiwa dan harta yang tidak sedikit. Pihak-pihak yang bermusuhan itu semula hanya memperebutkan kedudukan kekhalifahan kemudian bergeser kepada bidang Syari’at dan Aqidah dengan membuat hadist maudlu’ (palsu) yang bertujuan untuk mengesahkan keinginan/ perjuangan mereka yang saling bermusuhan itu.
    Keadaan menjadi semakin memprihatinkan dengan terbunuhnya Khalifah Husain bin Ali bin Abi Thalib di Karbala (tahun 61 H / 681 M). Para sahabat kecil yang masih hidup dan para tabi’in yang melihat kondisi seperti itu, kemudian mengambil sikap dengan tidak menerima lagi hadist baru, yaitu yang sebelumnya tidak mereka miliki. Kalaupun ada yang menerima, para sahabat kecil dan tabi’in ini sangat berhati-hati. Hadits kemudian diteliti dengan secermat-cermatnya mengenai siapa yang menjadi sumber dan siapa yang membawakannya. Sebab mereka ini tahu benar siapa-siapa yang melibatkan diri atau terlibat dalam persengketaan dan permusuhan masa itu. Mereka tahu benar keadaan pribadi-pribadi sumber / pemberita hadist. Misal, apakah dia seorang yang pelupa atau tidak, masih kanak-kanak atau telah udzur, benar atau tidaknya sumber dan pemberitaan suatu hadist dan sebagainya. Pengetahuan yang demikian itu diwariskan kepada murid-murid mereka (tabi’in), yaitu para tabi’ut tabi’in.
    Umar bin Abdul Aziz, seorang khalifah dari Bani Umayah (tahun 99 – 101 H / 717 – 720 M) termasuk tabi’in yang memiliki jasa yang besar dalam penghimpunan hadist. Para kepala daerah diperintahkannya untuk menghimpun hadist dari para tabi’in yang terkenal memiliki banyak hadist. Seorang tabi’in yang terkemuka saat itu yakni Muhammad bin Muslim bin ‘Ubaidillah bin ‘Abdullah bin Syihab Az Zuhri (tahun 51 – 124 H / 671 – 742 M) diperintahkan untuk melaksanakan tugas tersebut. Untuk itu, Az Zuhri menggunakan semboyannya yang terkenal yaitu al isnaadu minad diin, lau lal isnadu la qaala man syaa-a maa syaa-a (artinya : Sanad itu bagian dari agama, sekiranya tidak ada sanad maka berkatalah siapa saja tentang apa saja).
    Az Zuhri melaksanakan perintah itu dengan kecermatan yang setinggi-tingginya, ditentukannya mana yang maqbul dan mana yang mardud. Para ahli hadits menyatakan bahwa Az Zuhri telah menyelamatkan 90 hadits yang tidak sempat diriwayatkan oleh rawi-rawi yang lain.
    Di tempat lain pada masa ini, muncul juga penghimpun Al Hadist yang antara lain :
    di Mekkah – Ibnu Juraid (tahun 80 – 150 H / 699 – 767 M)
    di Madinah – Ibnu Ishaq (wafat tahun 150 H / 767 M)
    di Madinah – Sa’id bin ‘Arubah (wafat tahun 156 H / 773 M)
    di Madinah – Malik bin Anas (tahun 93 – 179 H / 712 – 798 M)
    di Madinah – Rabi’in bin Shabih (wafat tahun 160 H / 777 M)
    di Yaman – Ma’mar Al Ardi (wafat tahun 152 H / 768 M)
    di Syam – Abu ‘Amar Al Auzai (tahun 88 – 157 H / 707 – 773 M)
    di Kufah – Sufyan Ats Tsauri (wafat tahun 161 H / 778 M)
    di Bashrah – Hammad bin Salamah (wafat tahun 167 H / 773 M)
    di Khurasan – ‘Abdullah bin Mubarrak (tahun 117 – 181 H / 735 – 798 M)
    di Wasith (Irak) – Hasyim (tahun 95 – 153 H / 713 – 770 M)
    - Jarir bin ‘Abdullah Hamid (tahun 110 – 188 H / 728 – 804 M)
    Yang perlu menjadi “catatan” atas keberhasilan masa penghimpunan hadist dalam kitab-kitab di masa Abad II Hijriyah ini, hadist tersebut belum dipisahkan mana yang marfu’, mana yang mauquf, dan mana yang maqthu’.
    Masa Pendiwanan dan Penyusunan
    Usaha pendiwanan (yaitu pembukuan, pelakunya ialah pembuku hadits disebut pendiwan) dan penyusunan hadits dilaksanakan pada masa abad ke 3 H. Langkah besar dalam masa ini diawali dengan pengelompokan hadits. Pengelompokan dilakukan dengan memisahkan mana hadits yang marfu’, mauquf dan maqtu’. Hadits marfu’ ialah hadits yang berisi perilaku Nabi Muhammad, hadits mauquf ialah hadits yang berisi perilaku sahabat dan hadits maqthu’ ialah hadits yang berisi perilaku tabi’in. Pengelompokan tersebut diantaranya dilakukan oleh :
    Ahmad bin Hambal
    ‘Abdullan bin Musa Al ‘Abasi Al Kufi
    Musaddad Al Bashri
    Nu’am bin Hammad Al Khuza’i
    ‘Utsman bin Abi Syu’bah
    Karya yang mendapat perhatian besar dari ulama-ulama sesudahnya adalah Musnadul Kabir karya Ahmad bin Hambal (164-241 H / 780-855 M) yang berisi 40.000 hadits, 10.000 diantaranya berulang-ulang. Menurut ahlinya, sekiranya Musnadul Kabir ini tetap sebanyak yang disusun Imam Ahmad, maka tidak ada hadist yang mardud (tertolak). Mengingat musnad ini selanjutnya ditambah-tambah oleh anak Imam Ahmad sendiri yang bernama ‘Abdullah dan Abu Bakr Qathi’i sehingga tidak sedikit tercampur dengan yang dha’if dan 4 hadist maudlu’.
    Adapun pendiwanan hadits dilaksanakan dengan penelitian sanad dan rawi-rawinya. Ulama terkenal yang mempelopori usaha ini adalah :
    Ishaq bin Rahawaih bin Mukhlad Al Handhali At Tamimi Al Marwazi (161-238 H / 780-855 M). Ia adalah salah satu guru Ahmad bin Hambal, Bukhari, Muslim, At Tirmidzi, An Nasai.
    Usaha Ishaq ini kemudian dilanjutkan oleh Bukhari, kemudian diteruskan oleh muridnya yaitu Muslim. Akhirnya, ulama-ulama sesudahnya meneruskan usaha tersebut sehingga pendiwanan kitab hadits terwujud dalam kitab Al Jami’ush Shahih Bukhari, Al Jami’ush Shahih Muslim, As Sunan Ibnu Majah, dan seterusnya sebagaimana terdapat dalam daftar kitab masa abad 3 Hijriyah.
    Perlu menjadi catatan pada masa ini (abad 3 H) ialah, telah diusahakannya untuk memisahkan hadits yang shahih dari Al Hadits yang tidak shahih sehingga tersusun 3 macam hadits, yaitu:
    Kitab Shahih – (Shahih Bukhari, Shahih Muslim) – berisi hadits yang shahih saja
    Kitab Sunan – (Ibnu Majah, Abu Dawud, At Tirmidzi, An Nasai, Ad Damiri) – menurut sebagian ulama selain Sunan Ibnu Majah berisi hadit shahih dan hadits dla’if yang tidak munkar.
    Kitab Musnad – (Abu Ya’la, Al Humaidi, Ali Madaini, Al Bazar, Baqi bin Mukhlad, Ibnu Rahawaih) – berisi berbagai macam hadits tanpa penelitian dan penyaringan dan hanya digunakan para ahli hadits untuk bahan perbandingan.
    Para ahli hadits abad ke- 3 Hijriyah, tidak banyak mengeluarkan atau menggali hadits dari sumbernya seperti halnya ahli hadits pada abad ke-2 Hijriyah. Ahli hadits abad ke-3 umumnya melakukan tashih (koreksi atau verifikasi) hadits yang ada, selain juga menghafalkannya. Sedangkan pada masa abad ke-4 Hijriyah, dapat dikatakan sebagai masa penyelesaian pembinaan hadist. Sedangkan abad ke-5 Hijriyah dan seterusnya adalah masa memperbaiki susunan kitab hadits, menghimpun yang berserakan dan mempermudah metode pembelajarannya.
     
    Sumber:
    www.wikipedia.org

    Friday, December 30, 2011

    Contohlah Delisa


    Assalamualaikum wr.wb
    Bagaimana kabar sobat hari ini, semoga selalu dalam naungan Allah SWT. Amin.

    Saya ingin sedikit cerita pada sobat mengenai Film diatas yaitu film "HAFALAN SHOLAT DELISA". Itu adalah film yang pertama kali saya tonton di Bioskop, tepatnya di XXI Artha Gading. Mungkin sobat akan berfikir "wah kuper banget nih anak baru pertama kali ke bioskop", yeaah untuk pertama kali saya kebioskop kemarin 29 DES 2011, bersama seorang Guru dan 5 orang teman. Walaupun untuk pertama kali saya menikmatinya, (hehe mumpung gratis).


    Kembali lagi ke film,

    Film ini diambil dari sebuah novel yang berjudul sama yaitu "HAFALAN SHOLAT DELISA" karya Tere Liye. Film ini adalah sebuah kisah nyata seorang anak yang bernama Delisa, ia tinggal bersama ibu (yang biasa ia panggil umi) dan tiga orang saudarinya di Lhok Nga - Aceh. Sementara ayahnya (biasa ia panggil abi) bertugas di sebuah kapal tanker perusahaan minyak Internasional.

    Sebuah kisah yang berawal dari manisnya keharmonisan keluarga, penuh cinta dan kasih didalamnya. Delisa (6 tahun) seorang gadis kecil polos dengan rambut curly, mata kehijauan, cerewet, suka bertanya, suka ngeles,suka warna biru, ceria, cerdas, dan yang suka manyun bin ngambek bila main sepak bola ditempatkan diposisi kipper karena dia ingin posisi striker. Gadis yang begitu cintanya kepada ibunya.

    "Delisa cinta umi karena Allah" Subhanallah..
     
    Kisah tentang sesuatu yang sebenarnya sangat sederhana namun memiliki banyak makna, episode Delisa dalam menundukkan hafalan shalatnya untuk mendapatkan hadiah kalung emas dengan liontin huruf D untuk Delisa dari ummi (ibunya), liontin yang sempat menyulut cemburu kakaknya Aisyah. Kalung yang sempat hilang dari memorinya, kalung yang akhirnya mempertemukannya kembali dengan umminya meskipun dalam kondisi yang sangat mengejutkan.
     
     26 Desember 2004, Delisa bersama Ummi sedang bersiap menuju ujian praktek shalat ketika tiba-tiba terjadi gempa yang cukup membuat ibu dan kakak-kakak Delisa ketakutan. Namun mereka mencoba tenang, gempa pun berhenti, Delisa dan ummi pun berangkat untuk praktek sholat.
     
    setelah menunggu beberapa saat kini giliran Delisa untu praktek, Allahu Akbar persis ketika Delisa usai ber-takbiratul ihram, 130 km dari Lhok Nga lantai laut retak seketika, bumi menggeliat, mengirimkan pertanda kelam menakutkan. Ka-bi-ra- wal-ham-du-lil-la-hi- ka-tsi-ro Tanah bergetar dahsyat, menjalar merambat menggentarkan seluruh dunia radius ribuan kilometer, air laut seketika tersedot ke dalam rekahan tanah maha luas.Pikiran delisa hanya satu "Sholat", Delisa tak memperdulikan keadaan disekitarnya, saat itu Ombak besar pun menghantam tubuh kecil Delisa, menyapu seluruh daratan. Lhok Nga tersapu tsunami. ALLAHU AKBAR !!

     "Abi, Delisa cinta abi karena Allah" Subhanallah..

    Delisa selamat, namun kaki Delisa harus diamputasi karena luka yang begitu parah. Gadis yang masih kecil, harus menerima cobaan yang begitu besar, ia harus kehilangan ummi dan ketiga kakaknya. Namun apa yang terjadi, ia tidak merasa sedih karena ia ikhlas akan cobaan itu, ia tetap semangat bermain bola walau hanya dengan kaki yang... Subhanallah..
    Bisakah sobat bayangkan.. bagaimana jika hal itu menimpa kepada diri kita ??
     
    "Delisa tidak mau hadiah, Delisa hanya ingin dapat sholat dengan baik agar Delisa dapat mendoakan Ummi, Ka Fatimah, ka Aisyah...." (akan selalu ku ingat, kata yang penuh makna)

    Banyak makna dalam film ini, betapa pentingnya sholat, betapa pentingnya kita ikhlas dan betapa pentingnya seorang ibu dalam hidup kita.. sobat, jadilah seperti Delisa gadis pintar penuh semangat. Banyak hal yang terkandung dalam film ini, jika sobat menghayatinya sobat akan merasa begitu pentingnya sholat dan ibu dalam hidup kita (di jamin meneteskan air mata, jika sobat menghayatinya). Dan ingat, Allah selalu ada untuk kita, jangan bersedih walau cobaan yang begitu besar telah menghadang di depan kita.

    Jika sobat penasaran dengan filmnya, sobat nonton saja di bioskop terdekat (promo dikit .. hehe).
    Terimakasih sobat sudah berkunjung, semoga dari yang saya ceritakan dapat bermanfaat dan sebagai tolak ukur untuk sobat sekalian. Kurang dan lebihnya saya minta maaf, lebihnya dari Allah SWT dan kurangnya pada diri saya.

    wassalamualaikum wr.wb


    Thursday, December 29, 2011

    Satu Kelompok Dalam Rasa Yang Berbeda-beda


    Bismilahirohmanirohim.

    Assalamualaikum wr.wb

    Bagaimana kabar sobat hari ini, semoga tetap dalam lindungan Allah SWT. amin

    Tahukah sobat bahwa setiap jenis buah memiliki rasa yang berbeda-beda, sudah pasti sobat mengetahui itu kan. Begitu pula dengan sayuran, mereka satu kelompok namun berbeda jenis serta berbeda rasa dan kandungan. Sekarang kita belajar dari mereka, jika dalam suatu kelompok terdiri dari banyak anggota sudah tentu setiap anggota memiliki pikiran yang berbeda. Terkadang suatu kelompok memiliki suatu masalah, dari masalah itu sudah pasti kita akan berusaha untuk menyelesaikannya, timbul rasa keinginan untuk mencari inti permasalahan. Lalu bagaimana kita menyelesaikannya?? Nah sobat, dalam kelompok kita dianjurkan untuk tidak berpikir egois, disini kita belajar bekerja sama. Dengan pemikiran dan ide-ide yang berbeda kita dapat menemukan inti permasalahannya. Kita ambil secara musyawarah dengan setiap anggota, serta perlu perincian. Jangan sekali-kali sobat berpikir "aku bisa menyelesaikan masalah ini sendiri tanpa mereka". Ingatlah kita satu kelompok, artinya kita membutuhkan satu sama lain untuk membangun kelompok itu agar tetap utuh.

    Intinya kita jagan sekali-kali bertindak secara egois ya sobat, ingat kita memiliki kelompok. Walaupun kita berbeda-beda namun kita satu.

    Bangun kelompok bersama-sama.

    Nah begitu saja ya sobat, Semoga yang saya sampaikan dapat bermanfaat untuk sobat sekalian.

    wassalamualaikum wr.wb

    Sunday, September 11, 2011

    Alhamdulillah Ana Muslim.

    Indahnya Islam

    Di dalam Al Quran telah di jelaskan :


    [3:19] Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam. Tiada berselisih orang-orang yang telah diberi Al Kitab kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) di antara mereka. Barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah maka sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya.
    Mari kita lihat video berikut. :


    http://www.youtube.com/watch?v=ZymYE0_L7XY

    Alhamdulillah... Alhamdulillah... Alhamdulillah.. patutlah kita bersyukur kepada Allah SWT serta Rosulullah SAW yang telah memberikan pencerahan bagi umat-umat yang tersesat dalam kegelapan, yang telah menuntun kita ke jalan yang Allah Ridhoi. Allahumma Sholli ala syaidina Muhammad...

    Alhamdulillah.. kita terlahir di keluarga muslim. :)